Airport tax dibebankan kepada penumpang dan dikelola langsung oleh otoritas bandara, dalam hal ini PT Angkasa Pura I yang mencakup bandara-bandara di wilayah tengah dan timur Indonesia, serta PT Angkasa Pura II sebagai otoritas pengelola bandara-bandara di wilayah barat Indonesia. Besaran airport tax setiap bandara pun berbeda.
Berdasarkan Pasal 245 UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, disebutkan bahwa besaran tarif jasa terkait pada bandar udara ditetapkan oleh penyedia jasa terkait berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia jasa. Semisal, airport tax di Bandara Internasional Soekarno-Hatta untuk rute domestik sebesar Rp40.000 dan internasional sebesar Rp150.000. Airport tax Bandara Polonia sebesar Rp35 ribu untuk rute domestik dan Rp75 ribu untuk internasional, airport tax di Bandara Husein Sastranegara sebesar Rp25.000 untuk rute domestik dan Rp80.000 untuk internasional. Airport tax di Bandara I Gusti Ngurah Rai ditetapkan sebesar Rp40.000 untuk domestik dan Rp150.000 untuk internasional. Airport tax di Bandara Sultan Iskandarmuda Rp25.000 untuk domestik dan Rp100.000 untuk rute internasional.
Untuk teknis pembayaran airport tax yang selama ini diterapkan oleh otoritas bandara, saat penumpang berada di bandara dan melewati loket check-in, calon penumpang akan dihadapkan dengan tempat pembayaran airport tax. Pembayaran airport tax terpisah dari tiket pesawat, tidak seperti yang diterapkan di negara lain.
Keterbelakangan bandara di Indonesia ini membuat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kebandarudaraan berencana menghapuskan pungutan uang servis (passenger service charge/PSC) pada tahun ini. "Namun, pungutan itu akan dimasukkan ke harga tiket pesawat," kata Direktur Utama PT Angkasa Pura I Tommy Soetomo di Jakarta, hari ini.
Menurut dia, PT Garuda Indonesia Tbk akan menerapkannya terlebih dahulu karena sistem sudah terintegrasi dengan sistem bandara. "Waktu itu, kami (AP I, AP II, Garuda) berkumpul dan berbicara bagaimana bisa bersinergi dan muncullah ide itu (peniadaan passenger service charge)," katanya.
Selama ini, penumpang selalu membayar PSC sekitar Rp40 ribu. Ke depan, penumpang tidak perlu lagi membayar karena sudah dimasukkan dalam harga tiket pesawat. "Yang Rp40 ribu itu bukan airport tax," tuturnya.
Tommy bersiap untuk mengintegrasikan sistem yang dimiliki bandara yang dikelola AP I dengan sistem Garuda Indonesia. Pengadaan pungutan juga membantu Garuda Indonesia untuk mencapai perusahaan penerbangan bintang lima. Selama ini, di Asia baru ada lima penerbangan yang tergolong bintang lima, antara lain Singapore Airlines, Qatar Airways, Cathay Pacific Hong Kong, dan Asiana Korea Selatan.
Lalu, bagaimana dengan maskapai lain? Jika tolak ukurnya dan indikatornya untuk mengurangi antrean penumpang, bagaimana dengan maskapai penerbangan Lion Air yang tercatat memiliki jumlah penumpang terbanyak di Indonesia? "Untuk maskapai lain, Itu kan kesepakatan antara maskapai dan pengelola bandara (AP I dan AP II) saja. Kalau sudah ada komitmen kita serahkan kepada opertor bandara dan penerbangan tersebut," jelasnya.
Penghapusan peraturan airport tax ini menurut Menteri BUMN, Dahlan iskan akan mengurangi antrean di bandara hingga 50 persen. “Apabila seorang penumpang ingin melakukan penerbangan, ada 3 tahapan antrean yang harus dilalui, yaitu scan barang, check-in, dan pembayaran passenger service charge. Berkurangnya antrean ini karena berkurangnya pos-pos antrean di bandara. Ini akan mengurangi 50 persen antrean. Jadi kan tinggal 2 antrean. Ibaratnya kalau bisa satu antrean kenapa harus dua," cetus Dahlan di Jakarta.
Menurut dia, sistem yang dipakai bandara Indonesia untuk memungut airport tax terlalu primitif. Oleh karena itu Dahlan mendukung rencana pengelola bandara untuk memasukkan biaya airport tax ke dalam harga tiket. "Terlalu primitif, tidak modern. Airport tax sama passenger service charge apa bedanya? Sekarang kan primitif sekali ya orang check-in," ujar Dahlan.
sumber :http://www.kaskus.co.id/showthread.php?t=15141783
Post a Comment