2 Abad Silam Putera Bangsa Hebat Ini Awali Hubungan RI-Jerman



Dua abad silam putera bangsa kelahiran Semarang ini telah menyamai kemampuan bangsa Eropa, sekaligus peletak fondasi hubungan RI-Jerman. Jejaknya dapat menginspirasi generasi muda untuk memajukan diri dan bangsanya.

Adalah Raden Saleh Sjarif Boestaman (Terboyo, Semarang, 1811 - Bogor, 1880), seorang aristokrat, ilmuwan, patriot dan maestro seni lukis bergaya romantisme yang digandrungi di Eropa pada abad ke-19 dan peletak pertama landasan hubungan RI-Jerman.

Atas kemampuan, jiwa pionir dan prestasi gemilangnya itu Raden Saleh ditempatkan sebagai ikon pada Resepsi Diplomatik dalam rangka peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-67 dan 60 Tahun Hubungan RI-Jerman baru-baru ini.





"Raden Saleh dalam hal ini telah meletakkan fondasi hubungan kedua bangsa," ujar Dubes RI untuk Republik Federal Jerman Dr. Eddy Pratomo dalam resepsi yang berlangsung di Hotel Adlon, Berlin (6/9/2012).

Menurut Dubes, yang juga dari Semarang, pada masa itu Raden Saleh juga telah memiliki visi perdamaian dunia dibuktikan dengan pesannya "Sembahlah Tuhanmu dan Cintailah Sesama Manusia."

Pesan dalam aksara Jawa itu ditorehkan Raden Saleh di dalam Masjid Kubah Biru yang dibangunnya di atas tebing tak jauh dari Istana Maxen, Jerman. Masjid ini kini menjadi salah satu landmark kota Maxen dan daya tarik wisata disana.

Pada 1829 atau 183 tahun lalu, Raden Saleh telah menjejakkan kakinya di Eropa untuk belajar seni lukis atas beasiswa dari Kerajaan Belanda dengan promotor pelukis Belgia, Antoine Payen. Di bawah bimbingan Cornelis Kruseman, Raden Saleh belajar teknik melukis potret, sedangkan pada Andries Schelfhout dia belajar melukis panorama.

Bakat Raden Saleh terbukti mengungguli para pelukis Belanda seangkatannya dan kemudian melambungkan namanya menjadi pelukis istana Kerajaan Belanda. Pada masa itu dia telah pameran di Den Haag dan Amsterdam. Selanjutnya terbuka baginya karpet merah menuju pergaulan lintas bangsa dengan sejumlah tokoh terkemuka Belanda, Jerman, Perancis, Denmark bahkan Aljazair.

Sebagian karyanya tersimpan di Rijksmuseum Amsterdam dan Museum Louvre Paris. Salah satu diantaranya, Penangkapan Pangeran Diponegoro, telah dikembalikan kepada pemerintah Indonesia pada 1978 dan konon sekarang tersimpan di Istana Merdeka, Jakarta.

Pada masa kekuasaan Raja Willem I, Raden Saleh diizinkan tinggal lebih lama di Negeri Belanda untuk belajar ilmu lain yang diminatinya selain seni lukis, antara lain Wiskunde (Matematika), Meetkunde (Geometri) dan Werktuigkunde (Mekanika). Bahkan pada masa Raja Willem II, dia mendapat dukungan untuk menambah ilmu dengan pergi ke Jerman.

Selama 5 tahun sebagai tamu kehormatan Kerajaan Sachsen (Jerman), Raden Saleh bergaul dengan berbagai seniman, pelukis, penyair, dan musisi elite kala itu, seperti Ludwig Tieck, Robert dan Clara Schumann, Karl Gutzkow, pendongeng legendaris dunia Hans Christian Andersen, Ottilie von Goethe, bahkan dengan raja Sachsen-Coburg dan Gotha Ernst II serta istrinya, Alexandrine.

Kalau Raden Saleh telah meretas hubungan antar bangsa hingga ke Jerman, sebaliknya dari pihak Jerman juga telah ada warga negaranya yang masuk ke Indonesia, saat itu masih Hindia Belanda, yakni pelukis Friedrich Justin Bertuch.

Lukisan Jakarta karya Bertuch bertahun 1820 menggambarkan latar Pejambon-Gambir dengan obyek Gereja Immanuel dan sungai Ciliwung yang masih elok dan jernih airnya. Lukisan Bertuch berusia 192 tahun itu menyentakkan kesadaran betapa indahnya alam Jakarta pada masa itu.

Lanjut Dubes, hubungan kedua bangsa yang telah terjalin sejak lama itu semakin dikuatkan dengan peresmian hubungan diplomatik pada 1952, atau 60 tahun lalu ketika Republik Indonesia masih sangat belia dan dipimpin oleh dwitunggal Soekarno-Hatta.

Rangkaian intensitas hubungan sangat baik antar warga Indonesia dan Jerman itu dituangkan dalam Pameran Foto yang ikut memeriahkan Resepsi Diplomatik kali ini.

Salah satu foto merekam kontak antar warga kedua bangsa, yang mungkin tak banyak diketahui orang, yakni ketika seorang mahasiswa Jerman yang belajar geologi dan mineral di Universitas Heidelberg, Carl A.L.M Schwaner, mengadakan perjalanan ke Kalimantan pada November 1847 sampai dengan Februari 1848 untuk melengkapi penelitian studinya.

Beberapa foto juga menunjukkan bahwa produk Siemens & Halske sudah memasuki Indonesia (Hindia Belanda saat itu) pada 1855. Bahkan salah satu produk Mercedes jenis Phaeton sudah dimiliki oleh Sunan Solo pada 1894 seperti tampak dalam salah satu foto lainnya.

Tak ketinggalan foto-foto di 'era moderen' yang merekam kegiatan Presiden Soekarno dalam atmosfir kemesraan hubungan diplomatik RI- Jerman dan BJ Habibie sebagai insinyur asing pertama dari luar Jerman yang sukses mencapai puncak karir pada Messerschmitt-Boelkow-Blohm.

Resepsi diplomatik ini, sebagaimana keterangan Counsellor Fungsi Pensosbud KBRI Berlin Ayodhia GL Kalake kepada detikcom, dihadiri oleh 500 undangan, antara lain para Dubes negara sahabat, pejabat berbagai Kementerian Jerman, anggota parlemen dan senat, yayasan politik dan pembangunan, kalangan bisnis, akademisi, politisi, lembaga persahabatan Indonesi-Jerman dan Friends of Indonesia.

Resepsi diisi berbagai sajian budaya bertema Modern Indonesia seperti Tari Cendrawasih (Bali) diiringi piano Arya Sudarga, Solo Batik Carnival, serta ditutup dengan penampilan Piano Duo Shanti dan Sonja Sungkono, yang mengiringi tamu undangan menyantap sajian khusus kuliner Indonesia seperti rendang, nasi goreng, sate dan lain sebagainya.

sumber :http://news.detik.com/read/2012/09/11/203344/2015313/10/2-abad-silam-putera-bangsa-ini-awali-hubungan-ri-jerman?991104topnews

Post a Comment

Previous Post Next Post